Search

Sunday, March 12, 2023

Gilmore Girls versus Angie and Me

 


Pertama kali saya menonton serial Gilmore Girls mungkin di sekitar tahun 2007/2008, tertrigger pernyataan seorang kawan kerja, "Watch this serial Ma'am, you're gonna love it. This is like about you and Angie." tentang kedekatan hubungan seorang ibu -- Lorelai Gilmore -- dengan anak perempuannya -- Rory Gilmore sehingga mereka lebih nampak seperti dua orang sahabat, dari pada sepasang ibu-anak. Lorelai hamil dan melahirkan Rory di usia 16 tahun, this makes sense jika mereka nampak seperti dua orang sahabat ketimbang ibu-anak.

 

Pertama kali menonton, saya langsung suka. Percakapan-percakapan panjang antar ibu-anak ini selain kocak juga mengandung perenungan kehidupan sehari-hari. Saya beberapa kali menulis artikel untuk blog setelah terilhami menonton GG, meski tidak sebanyak tulisan saya tentang SATC. Jelas, saya dulu hanya menonton 2 season GG -- season 1 dan season 2, dipinjami DVD seorang kawan -- sementara saya menonton SATC lengkap 6 season. 😊

 

Dulu, saya memang seperti melihat diri saya dan Angie di diri Lorelai dan Rory. Hubungan yang hangat, obrolan yang mengalir lancar setiap hari, saling curhat, you name it.

 

Namun, akhir-akhir ini saya mulai berpikir berbeda. Saya tidak 'sehebat' Lorelai yang selalu mengedepankan Rory dalam mengambil keputusan sehari-hari, termasuk memilih sekolah, berusaha untuk membayar 'tuition' yang mahal, dibandingkan memikirkan dirinya sendiri.

 

Saya adalah seorang perempuan cum ibu yang sebenarnya jauh lebih sering memikirkan diri saya sendiri, Angie yang harus berkompromi. Dimulai dari ketika saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di American Studies tahun 2002, saya meninggalkan Angie di Semarang, tinggal berdua dengan ayahnya. Apakah saya meminta izin dulu ke Angie sebelum itu? Tentu saja tidak. Angie had to conform to a kinda life I gave her.

 

Ketika saya memutuskan untuk meninggalkan ayahnya, (sebelum perceraian saya dan ayahnya yang kedua kali) Angie yang masih duduk di bangku SMP sempat terhenyak, dan menangis. (My mistake, I never asked why she was crying back then, I was too afraid to ask). Dengan egois saya bilang, "Honey, trust me, your mom will be happier to live alone without your dad, and as a result, you will be happier too to see me happy, for I will not be a depressed mother." and I would not accept a 'no' from her as an answer.

 

Saya mulai mempraktekkan bike to work lifestyle di tahun 2008. Angie masih duduk di bangku SMA kelas 12. saya mulai sibuk sepedaan di tiap weekend ketika dia sudah kuliah, saat Ranz mulai kuliah di Udinus. Senin - Jumat saya sibuk bekerja dari pagi sampai malam (I had 2 jobs back then, in the morning at one school, in the evening at LIA English Course), Sabtu pagi saya bekerja, Sabtu malam dan Minggu saya sibuk sepedaan. Praktis waktu saya yang tersisa untuk Angie hanya di hari Minggu sore - malam. Prakteknya? Saya sudah lelah, saya lebih sering tidur ketimbang meluangkan waktu ngobrol dari hati ke hati dengan Angie.

 

Pantai Indrayanti, tahun 2012

 

Hubungan kami berdua tetaplah hangat, tapi ya itu, obrolan sehari-hari kami ya hanya seputar tadi kuliah apa, dosenmu bagaimana, teman kuliahmu bagaimana. Sangat jarang kami berbicara dari hati ke hati. Tidak seperti Lorelai dan Rory yang kadang bertengkar demi kebaikan masing-masing, untuk kemudian hangat lagi.

 

Kesadaran ini membuat saya berpikir saya harus menebus waktu-waktu lalu yang telah terbuang. Semoga kami berdua masih punya waktu yang panjang untuk lebih kian terbuka akan diri kami masing-masing. Sampai sekarang dia masih trauma untuk 'dekat' dengan seorang laki-laki, salah satunya adalah karena hubungan buruk antara saya dan ayahnya yang dia lihat. (Dan masih ada penyebab lain, let me keep this secret by myself.) Well, saya bukan tipe seorang ibu yang mengejar-ngejar anak perempuannya untuk segera menikah setelah mencapai usia tertentu. Saya sendiri yang pernah mengalami pernikahan yang buruk tidak trauma kok, lha malah Angie yang trauma. I felt so guilty. 😔

 

PT56 11.52 12/03/2023

 you may read these writings of mine inspired by Gilmore Girls.


P.S.:

You may read this writing of mine too.

No comments: