Search

Tuesday, March 28, 2023

GG versus Angie and me (2)

 

Lorelai and Rory

Saya mulai menyadari bahwa saya telah begitu lama 'deserted' Angie's feeling sekitar pertengahan tahun 2022. Waktu itu kami berdua sedang 'eating out' dan saya bercerita tentang masalah yang sedang dihadapi oleh seorang kawan medsos. Si anak yang bersekolah di satu sekolah negeri (masih duduk di bangku SMP) awalnya keukeuh untuk tidak menerima peraturan sekolah bahwa siswa perempuan 'disarankan dengan sangat' (alias diharuskan ya?) yang beragama Islam untuk mengenakan penutup kepala alias jilbab. Sang ibu pun mendukung dengan kuat keinginan sang anak -- dan didukung oleh kawan-kawan medsos sealumni -- dengan membuat semacam 'keriuhan' di medsos hingga sekolah ditegur oleh pemerintah.

 

Beberapa bulan kemudian tiba-tiba si anak bilang ingin mengenakan jilbab. Tentu saja ini dianggap aneh oleh sang ibu. Setelah diinterogasi ternyata dia merasa risih ketika di sekolah kawan-kawannya yang laki-laki terlihat memandang dadanya; terutama ketika mengenakan baju olahraga, pada saat pelajaran olahraga tentu saja.

 

Sampai di sini, tiba-tiba Angie mengatakan bahwa dulu dia sering diperlakukan sama oleh kawan-kawan (laki-laki tentu saja) di sekolahnya, bahkan juga beberapa guru. Padahal waktu Angie duduk di bangku SD, SMP, maupun SMA, belum banyak anak-anak sekolah yang mengenakan 'baju Muslim'. Dia sangat risih namun dia tidak tahu dia harus bercerita kepada siapa.

 

Saya terhenyak mendengarnya. Where was I? What kinda mother am I so that I did not know my very own daughter underwent such a thing?

 

Angie sedang duduk di bangku kelas 5 SD, saya nampaknya sedang sibuk mengejar ambisi pribadi saya dengan kembali ke bangku kuliah. Saya tinggalkan dia di Semarang bersama ayahnya, yang ternyata juga sering tidak ada ketika Angie sedang butuh seseorang.

 

Sejak saat itu, saya berpikir bahwa kami berdua butuh 'us time' lebih sering dan tidak hanya menggunakan waktu itu untuk saling bercerita tentang apa-apa yang terjadi padanya di kantor, apa yang terjadi pada kawan-kawan dekatnya, juga apa yang terjadi pada saya, baik di kantor, maupun di dunia maya saya. (Angie tahu saya bisa fesbukan berjam-jam setiap hari, dan punya banyak kisah menarik yang bisa saya share dengan Angie.) kami butuh 'us time' di mana kami bercerita lebih ke dalam diri kami masing-masing.

 

Sabtu malam 25 Maret kemarin tiba-tiba kami, out of the blue, mendapatkan kesempatan itu, saat kami ngobrol di kamar Angie. (She was not feeling well due to her gastric acid.) dalam percakapan itu (atau bisa saya sebut sebagai 'sesi curhat') Angie semula bercerita tentang sesuatu yang mengingatkan saya masa-masa menyedihkan saya di pernikahan pertama saya dengan ayahnya; sebegitu emosionalnya saya (mungkin saya sedang PMS ya) hingga saya lepas kendali dan bilang, "how could you remind me of that sad moment? How could you make me cry?" yang langsung disambar oleh Angie, "Don't you realize what you used to do made me feel so alone? I had no one to confide in! even only to talk to!" dilanjutkan dengan, "and you didn't ask my opinion before you divorced dad!"

 

There!

 

Ternyata apa yang selama ini saya pendam sendiri -- kekhawatiran bahwa Angie merasa kurang saya perhatikan -- benar adanya. Emosi saya langsung luruh, saya meminta maaf berulang kali pada Angie karena apa yang dulu saya lakukan, mau tidak mau  dia pun menjadi korban.

 

Karena saya yakin Angie sudah dewasa dan bisa saya ajak bicara, saya bercerita bagaimana hubungan saya dengan ayahnya dulu itu, sebelum perceraian yang pertama. Kesalahan tentu tidak melulu di pihak ayahnya, saya dengan ego saya yang tidak lebih rendah ketimbang ego seorang laki-laki, bahkan juga bagaimana keluarga saya -- ibu dan dua adik perempuan -- memperlakukan ayahnya tentu 'menyumbang'pertengkaran-pertengkaran antara saya dengan ayahnya.

 

Ketika saya memutuskan untuk menikahi ayahnya kembali sebelum saya berangkat ke Jogja untuk melanjutkan kuliah, saya sebenarnya berpikir yang terbaik untuk Angie -- menurut cara berpikir saya. Pertama, saya melihat Angie kecil merasa tidak nyaman karena seolah hidupnya 'fatherless'. (dan dia membenarkan alasan saya ini, meski kami belum pernah berbicara tentang hal ini sebelumnya.) Kedua, mungkin dia akan merasa lebih nyaman hidup bersama ayahnya ketimbang bersama neneknya dan dua tantenya. (Well, meski ternyata kenyataannya, saat saya berada di Jogja, Angie sering merasa ditinggal tanpa ada yang memahaminya, ayahnya sibuk memikirkan perasaannya sendiri.)

 

(saya ingat saat itu pernah ada seorang teman sekolah dolan ke rumah, dan bertanya, "Ngie, ibumu di mana? Kok ga kelihatan?" Angie menjawab, "Di Jogja. Kuliah lagi." temannya berkomentar, "Hah? Kalau aku jadi kamu, pasti aku sudah menangis." Angie menjawab bahwa dia baik-baik saja. Mungkin saat itu dia belum memahami diri sendiri bahwa memang dia merasa baik-baik saja, namun kenyataannya di kemudian hari dia merasa begitu tidak dipedulikan. 😞 )

 


 

 

Masih banyak yang kami bicarakan, hingga akhirnya menurut saya akhirnya Angie 'menerima' keputusan saya mengapa saya menceraikan ayahnya, meski sudah lama dia menerima kenyataan bahwa saya dan ayahnya tak lagi bersatu, namun dari percakapan kami berdua malam Minggu kemarin, dia tahu bahwa memang keputusan saya untuk bercerai itu untuk kebaikan kami berdua, saya dan Angie.

 

Tentu saja saya masih jauh dari seorang Lorelai Gilmore. Waktu pertama kali Rory mengenal ayahnya, Christopher Hayden, (Rory was 16 years old, the same age when Lorelai got pregnant), dia juga memprotes Lorelai mengapa ibunya memutuskan untuk tidak mau menikahi ayahnya dan memilih menjadi single parent saat membesarkan Rory. Butuh waktu lama juga bagi Lorelai untuk meyakinkan Rory bahwa dengan menjadi single parent -- namun tidak merasa tertekan dalam perkawinan yang dilakukan karena merasa 'terpaksa' -- Lorelai akan bisa mencurahkan perhatiannya penuh terhadap Rory.

 

But I will try my best to open up my conversation with Angie more often. Better late than never, do you agree?

 

PT56 06.06 28.03.2023

 

This writing is the continuation of my writing in this link

You may check this writing of mine too 😊

No comments: