Search

Wednesday, May 25, 2016

S O T O : sarapan atau makan siang?

soto dan lauk-pauk pelengkapnya


S O T O : untuk sarapan, makan siang, atau makan malam?

Indonesia sangat kaya dengan banyak macam masakan tradisionalnya. Bahkan satu jenis masakan saja memiliki kekhasan sendiri di tiap-tiap daerah. Missal : soto. Soto Semarang berbeda dengan soto Kudus, berbeda juga dengan soto Lamongan, beda lagi dengan soto Sokaraja. Selain keempat jenis soto yang pernah kumakan, aku yakin masih ada jenis-jenis soto lain.

Di tulisan ini aku hanya ingin focus pada soto Semarang dan soto Sokaraja, dan saat yang tepat untuk menyantapnya. 

SOTO SEMARANG

Berhubung aku lahir dan besar di Semarang, rasa soto yang paling familiar dengan lidahku adalah soto Semarang. Kuahnya bening, tanpa santan. Tidak ada taburan jeroan, hanya suwiran daging ayam atau sapi. Yang paling menonjol dari soto Semarang ini adalah tambahan soun, yang sangat jarang ditemui di jenis soto-soto yang lain. Bagi mereka yang tidak biasa sarapan nasi, soun ini cukup mengenyangkan sebagai ganti nasi. 

foto diambil dari sini

Warung soto di Semarang biasa buka sejak pagi hari, sekitar pukul enam pagi. Bagi orang Semarang, soto adalah salah satu pilihan nikmat untuk sarapan karena sangat ringan untuk perut. Selain soto itu sendiri, hidangan pendamping lain yang disediakan di atas meja biasanya adalah tahu dan tempe goreng, sate ayam, sate kerang, atau pun satu telur puyuh dan perkedel kentang. Karena ‘ringan’, banyak warung soto yang buka hanya di pagi hari hingga kurang lebih pukul 10.00.

Bagiku pribadi, soto kurang cocok dimakan untuk makan siang maupun makan malam.

SOTO SOKARAJA

Pertama kali aku mencicipi soto Sokaraja di tahun 2000, ketika dalam perjalanan dari Semarang menuju Purwokerto, kakakku mengajak mampir di satu warung soto di Sokaraja. Satu hal unik yang membedakannya dengan soto Semarang adalah penggunaan ketupat sebagai ganti nasi. Di atasnya ada taburan krupuk berwarna merah. Untuk sambal, soto Sokaraja menggunakan sambal kacang.

7 Mei 2016 aku, Ranz, Nte Yatmi (Federal Tangerang) dan empat JFBers (Nte Dyah, Om Chandra, Om Aryo, dan Om Irfan) berencana untuk sarapan soto seusai gowes pagi mencari icon Purwokerto (buat unjuk narsis kita gowes di kota mendoan) di warung soto Jalan Bank. Kita sampai sana pukul 08.00. To our surprise, warung belum buka! Ketika om Chandra bertanya apakah warung tutup hari itu atau buka agak siang, kita mendapat jawaban bahwa warung buka jam 10.00. Bagi orang Semarang dan Jogja, warung soto buka jam 10.00 itu sangatlah kebangeten … malesnya. LOL. Alesan pegawai bahwa pada hari itu mereka ada banyak pesanan tetap tidak membuat kita bisa menerimanya. LOL.
Om Chandra mencoba mencari warung soto di jalan yang sama, terletak kurang lebih 100 meter dari tempat kita berdiri, hasilnya sama saja. Warung buka pukul 10.00.

Dikarenakan perut telah keroncongan, namun sebelum meninggalkan Purwokerto kepengen merasakan soto Sokaraja, teman-teman JFB pun ngomel2. LOL. 

foto diambil dari sini

Usut punya usut, setelah bertanya dengan beberapa teman – baik yang asli Purwokerto maupun yang telah lama tinggal di Purwokerto – aku mendapati “kenyataan” bahwa di seluruh kawasan Purwokerto (mungkin juga Sokaraja) warung soto baru buka sekitar pukul 10.00, paling cepat mungkin ada yang sudah buka jam 09.00. Jenis soto yang berbeda ternyata waktu yang “tepat” untuk menyantapnya pun berbeda. Jika di Semarang (dan Jogja, mungkin juga Jakarta) waktu yang tepat untuk menyantap soto itu sekitar pukul 06.00 – 10.00, sedangkan di kawasan Banyumas, soto pas disantap untuk ‘brunch’.

Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain pula ikannya. Begitulah pepatah yang kita dengar sejak kita kecil kan ya? J

LG 15.30 24/05/2016

P.S. :

Di kotamu, soto itu untuk sarapan, makan siang, atau makan malam? :)