Search

Wednesday, March 05, 2014

Catatan remeh temeh di balik Segowangi #1

Catatan remeh temeh di balik Segowangi #1

Seperti yang kutulis di link ini, Komunitas B2W Semarang dengan didukung penuh oleh PemKot Semarang berhasil menyelenggarakan event pit-pitan Jemuwah wengi (Segowangi = Semarang Gowes Jemuwah Bengi), di postingan ini aku akan ‘mengabadikan’ hal-hal kecil di balik penyelenggaraan tersebut. J

Kisah dimulai di satu hari ketika aku dikejar-kejar Ranz untuk segera bergerak mengumumkan event pit-pitan yang namanya telah kita bahas bersama di grup whatsapp B2W Semarang ; Segowangi. Aku lupa tepatnya kapan, mungkin sekitar minggu kedua bulan Februari 2014. Semula sih aku mau meminta Riu membuatkan flyer terlebih dahulu, baru kemudian mengunggahnya di media sosial. Tapi karena ‘kejaran’ Ranz inilah aku mengumumkan terlebih dahulu di grup FB B2W Semarang hari Senin 10 Februari, baru keesokan harinya aku meminta Riu membuatkan flyer. Setelah Riu membuat flyer, beberapa hari kemudian, baru aku unggah ke media sosial, sekaligus mengumumkan rute pit-pitan nanti.

Tak kusangka tak kuduga dari postingan di grup itu, Om Budi Tjahjanto langsung menelponku dan menyatakan kesanggupannya memberikan bantuan yang kuperlukan. Pertama adalah bahwa PemKot bersedia menyediakan snack, namun aku harus mengirim proposal terlebih dahulu.

Aku langsung menghubungi Andra – yang sampai sekarang diberi sampur tugas sebagai sekretaris komunitas – untuk membuat proposal. Andra yang nampaknya sedang sibuk tak langsung menanggapi permohonanku itu. L 

Selasa 11 Februari sore Om Budi menelponku lagi, memintaku mengirim alamat email; beliau yang justru akan membuatkan proposal; proposal kemudian akan dikirim ke alamat emailku agar aku bisa mengeditnya jika perlu.

Rabu 12 Februari Om Budi mengirim email, yang langsung kuedit – di sela-sela kesibukanku di kantor – dan kukirim balik.

Kamis sore Om Budi menelponku lagi, meminta email itu kuprint agar aku bisa tanda-tangan di atas kertas itu, sebelum beliau serahkan kepada Bapak Walikota.

Jumat 14 Februari Om Budi menanyakan nasib proposal itu. LOL. Sayangnya hari Jumat jadual ngajarku penuh. Tapi kebetulan aku janjian dengan Yasto, putra Om Budi, untuk bertemu hari Minggu 16 Februari di kawasan CFD Jalan Pahlawan. Aku meminta beliau bersabar. J

Minggu 16 Februari aku menyerahkan proposal yang sudah kuprint dan kutandatangani kepada Om Budi di kawasan CFD Jalan Pahlawan.

Beberapa kali aku menyempatkan diri posting event ini di sosial media – misal facebook dan twitter. Beberapa teman lain juga ikut ngeshare postingan ini. Om Budi sendiri katanya menghubungi media lokal Semarang untuk mengumumkan acara ini.

Rabu 26 Februari Om Budi menelponku beberapa kali di pagi hari. But kalo berada di sekolah aku tuh ‘immune’, ga bisa menerima telpon. I felt guilty. Untunglah Riu yang kemudian juga dihubungi Om Budi bisa mengurusi hal-hal yang perlu diurus. J

Jumat 28 Februari sebuah nomor menelponku, aku ga jelas siapa. Tapi kemudian Riu bercerita bahwa dia dihubungi Dinas Perhubungan yang akan membantu mengamankan / mengatur lalu lintas selama event Segowangi. Wahhh, istimewa! LOL.

Jumat sore Riu telah menungguku di Balaikota pukul 17.30. Aku menemani Ranz makan siang (yang kesorean) dulu, baru ke Balkot. Disana Riu terlihat resah. Khawatir jika event kita ini ga bakal diikuti orang banyak padahal dia yang sibuk begini begitu. LOL.

Pukul 18.30 baru ada berapa gelintir pesepeda yang mampir, tapi banyak mobil masuk ke halaman Balkot yang menunjukkan bahwa banyak PNS yang akan mengikuti event Segowangi. Riu kian resah, sementara aku dan Ranz biasa saja. LOL

Di antara mobil-mobil yang datang itu, kulihat Bapak Walikota di salah satunya. Wah!

Kemudian satu ‘peleton’ anggota Satpol PP juga datang, yang membuat Riu kian dag dig dug der. LOL. “Mau ngapain mereka?” haduh. LOL.

Yah begitulah. Aku yang “melempar” ide itu di media sosial; orang lain yang menyambut dan merencanakannya dengan lebih “serius”.

My deep gratitude goes to Om Budi Tjahjanto and Victor Riu.


GG 15.05 05/03/2014 

Monday, March 03, 2014

Bodhi Liong

 


Nama 'asli'nya hanya Bodhi. Bukan gegara dilahirkan di bawah pohon Bodhi. Dan meski dia 'memilih' Liong sebagai nama keluarganya, dia sama sekali tidak memiliki wajah oriental khas Asia Timur dimana keturunannya biasanya berkulit kuning dan bermata sipit., misal China atau Jepang atau Korea.

Mau tahu tentang makhluk satu ini lebih dalam? Baca saja AKAR, novel kedua dari series Supernova karya Dewi Lestari. :)


Cara pandang Dewi Lestari -- or Dee for short -- yang disampaikan melalui kacamata seorang Bodhi sedikit banyak mempengaruhi cara pandangku akan banyak hal, terutama dalam hal spiritual. Mungkin karena perjalanan spiritualku cukup mengguncangkan hidupku. Bermula dari perjalanan spiritualku yang di awalnya berjalan tertatih-tatih selama sekian tahun, hingga kemudian melompat-lompat. Tak jauh berbeda dari pengalaman spiritual Dee kukira. (Hadeeehhh, bukan sok ikut-ikutan lho yaaa. LOL)

Bahwa seekor sapi -- atau pun binatang-binatang lain -- merasakan ketakutan yang berlebihan manakala binatang-binatang itu berada di satu tempat yang sama dimana satu persatu binatang itu disembelih, yang bisa dirasakan oleh Bodhi sangat mencengkeramku. "Mengapa agama tertentu justru melestarikan perilaku tak berperikebinatangan ini dalam menjalankan salah satu ritual keagamaan mereka?" tanyaku pada diri sendiri, ngeri.

Bahwa kematian tak berarti kita akan hijrah ke alam barzah dimana para pendosa akan disiksa hingga hari kiamat tiba, lalu buat apa seseorang takut mati? (Coba mengaku pada diri sendiri, siapa yang dalam hidupnya tak pernah sekali pun melakukan kesalahan yang akan diganjar hukuman di alam barzah, dan kemudian setelah mengalami penghisaban setelah kiamat?) Aku yakin minimal karena ini lah banyak orang yang takut mati, yang lebih mencintai kehidupan di dunia yang fana ini.

Bahwa kematian hanyalah berarti usainya kontrak jasad tubuh kita dengan kehidupan di dunia ini. Kita -- yang sejatinya adalah roh tanpa jasad -- akan tetap hidup. Berpindah ke alam barzah? Entahlah. Siapa tahu roh kita akan terlahir kembali dengan jasad yang berbeda, tergantung 'karma' kita di kehidupan masa lalu.

Aku lupa kapan pertama kali aku berkenalan dengan sosok Bodhi Liong ketika membaca AKAR. Mungkin sekitar tahun 2007, ketika perjalanan spiritualku berjalan tertatih-tatih.

Tatkala aku membaca AKAR kembali di tahun ini -- 2014 -- bagian spiritual dari kisah perjalanan hidup seorang Bodhi tetaplah menakjubkan bagiku, namun tak lagi membuat perjalanan spiritualku semakin jauh. (Check this link if you have spare time. :) ) Mungkin perjalanan spiritualku sudah mentok. :)) Jika satu kali di masa lalu aku pernah berpikir bahwa perjalananku akan kembali ke titik awal, hmm ... ternyata tidak. :) Well, so far NOT. :)

Can you guess what made me drool while reading AKAR this time? Perjalanan fisik Bodhi di negara-negara yang bagiku eksotis! Mulai dari Laos, Thailand, Vietnam, Kamboja. Kegila-gilaanku pada bikepacking -- dan seseorang di masa lalu yang pernah bercerita kepadaku kisahnya turing bersepeda dari Pulau Jawa ke Nepal -- membuatku berkhayal berbikepacking berbulan-bulan. (Ga perlu bertahun-tahun seperti seorang Bodhi.)

Dan ... aku menulis ini bukan untuk melampiaskan keinginan berbikepacking. Hanya sekedar mengisi blog -- non biking diary -- yang telah lamaaa tak ku-update. Hohohohoho ...

Btw, busway, di GELOMBANG nanti, Dee bakal melanjutkan kisah Bodhi yang bertemu Elektra ga ya? Dan kapan mereka bertemu dengan Zarah, lakon utama dalam PARTIKEL? :)  And ... who is Alfa? Nah lo!

GG 15.15 03/03/2014