Search

Wednesday, May 16, 2012

Blogging ...

 
I have been blogging since 2005 although I started 'more serious' in blogging a year afterwards, 2006. 

Since I was still 'hot' on my own 'awakening' -- feminist ideology -- I named my blog 'a feminist blog'. Very couragous. Very feminist. :-D I proudly claimed myself as a feminist. Feminist way of thinking was the one and only solution of all women's problems. :-P

It happened for some years ... let's say one or two years after 2006. 

Easily feeling bored -- I recognized this as one 'weakness' of my characters (or even 'challenging' character? to challenge myself in anything? :-P) -- I started writing about any other topics, let's say spirituality and education. As a teacher of course I cannot get rid myself of educational topic. But still, feminism was still strongly lingering in my blog posts. :)

Teaching in one so-called international school in my hometown made me a lot busier than before so starting the middle of 2008, I could not spend more time blogging. When I spare time writing for blogs, it is usually related to my teaching activities. 

And ... just TODAY I realized that name 'a feminist blog' seems not appropriate any longer for this 'formal' blog (in English) of mine. :-D 

And, again, just TODAY I had a thought to change the name of my blog. Since I think that my name 'nana podungge' is quite well-known in blogging world of Indonesia (ge-errrrr yo ben :-P ) I decided to change it into 'nana podungge's simple thought'. YAY!

So? 

Welcome to my blog, guys. Have a seat. Prepare your own cup of coffee or tea or any other favorite drink of yours. Enjoy your reading! :)

GL7 15.35 160512

P.S.:
I am still an acclaimed feminist, by the way. :-)

Some comment from next door site :)

rembulanku wrote on May 16
mbak, minta es teh nya dong

pokoke tetep mbak Nana :D
afemaleguest wrote on May 24
adanya air putih La, mau?
rudal2008 wrote on May 16
Segera meluncur kesana.
afemaleguest wrote on May 24
silakan
dengan senang hati kuterima kunjungannya ^^
srisariningdiyah wrote on May 16
aku mau teh ajaaaa
afemaleguest wrote on May 24
teh nasgitel huenaaaakkkk
rengganiez wrote on May 16
camilannya mana??
afemaleguest wrote on May 24
jajan pasar adanya di pasar tradisional Jeng ^^
dinantonia wrote on May 16
bikin class blog juga, mbak, utk share strategi/bahan/sekadar experience ngajar :D
afemaleguest wrote on May 24
Dina,
kalo untuk strategi ngajar, aku kurang tertarik, tapi kalau share pengalaman ngajar, kuberi label "teaching" atau "mengajar" , bukan blog tersendiri :-)
anotherorion wrote on May 17
pindahhhh
onit wrote on May 17
kopi susu ^^

eh seingetku ada blog yg afemaleguest blogspot bukan? ternyata yg afeministblog lebih berkembang yah

(gak ge-er mbak, dah bertaon2 dulu aku nemu nana podungge di mana2 hihihi)
afemaleguest wrote on May 24
Onit,
sebelum bikin blog di blogspot aku bikin di http://afemaleguest.blog.co.uk

sejak 2009 udah jarang ku-update, meski kadang dapat email dari "teman blog" disana kapan aku balik online lagi, bahkan seorang kenalan dari India mempertanyakan my well-being, kali karena "kevokalanku" menyuarakan kesetaraan jender di Indonesia aku kena cekal pemerintah :-D
martoart wrote on May 24
FPI, Feminist Podungge Indonesia
afemaleguest wrote on May 24
Kang Marto,
FPI yang ini hoax! :-D
afemaleguest wrote on May 24
silakan
dengan senang hati kuterima kunjungannya ^^
afemaleguest wrote on May 24
teh nasgitel huenaaaakkkk

Wednesday, May 02, 2012

Mari mengamen :)

NAIK BUS KOTA?

Beberapa kali dalam seminggu aku harus pulang dari sekolah naik bus kota karena Angie selesai kuliah sampai sore hari sehingga tidak bisa menjemputku. Seperti yang kutulis di blog beberapa bulan lalu (klik disini)aku lebih suka naik mini bus yang datang dari Salatiga atau Ambarawa karena bus-bus itu ga pernah ngetem lama, plus murah. Aku hanya perlu bayar duaribu rupiah. Namun, di postingan yang sama aku juga menulis kadang mini bus dari Salatiga/Ambarawa itu kadang ga mau berhenti ketika aku melambaikan tangan menyetopnya, dikarenakan ada bus kota (non DAMRI) di sekitar aku menunggu bus. Terjadi kecemburuan (atau apalah namanya) antara bus kota dengan mini bus dari luar kota itu. Maka kadang terjadi pertengkaran antara kondektur kedua jenis bus ini. Konon memang telah ditentukan oleh pemerintah bahwa mini bus ini tidak boleh membawa penumpang kecuali yang memang naik dari ‘suburban area’ atau dari Salatiga/Ambarawa. Penumpang yang dari tengah kota diharuskan (atau hanya sekedar disarankan ya?) naik bus kota. 

Beberapa hari lalu waktu menunggu mini bus ini, aku telah ditolak dua kali. Maka ketika sebuah bus kota (bukan DAMRI) datang, aku mencoba peruntunganku untuk naik. Penuh harap bahwa bus ga akan ngetem di satu halte nantinya. Di kantong baju, aku telah menyiapkan selembar duaribuan dan selembar seribuan. (Biasanya aku bayar tigaribu rupiah jika naik bus DAMRI meski di kaca bus tertulis “Rp 3500,00 untuk jarak dekat/jauh.” Kondektur bus biasanya diam saja.) Karena aku naik bus kota yang bukan DAMRI, aku bayarkan selembar duaribuan itu kepada kondektur. Dalam hati aku masih ngedumel karena ditolak dua kali oleh kondektur mini bus. Ini pasti karena rebutan penumpang antara mini bus dan bus kota.

“Turun mana Mbak?” tanya kondektur.

“Kalisari,” jawabku, tanpa memandang wajah sang kondektur.

“Kurang limaratus rupiah Mbak,” kata kondektur.

“Ah, biasanya juga Cuma duaribu rupiah,” jawabku cuek.

Sang kondektur diam saja.

Beberapa saat kemudian, bus ngetem di sebuah halte. Aku sempat melirik ke kondektur yang sedang mencari penumpang. Melihat raut wajahnya yang lelah, berkeringat dan kepanasan, aku merasa begitu jahat. Dia hanya minta tambahan limaratus rupiah dan aku menolaknya. Padahal di saku baju aku masih punya selembar seribuan.

But I didn’t give it to him.

Tak lama kemudian bus melaju, dan sampai di halte sebrang rumah sakit Dr. Kariadi, ga jauh dari lapangan Kalisari tempat aku akan turun. Di sini bus ngetem lamaaaaa. Dan aku pun ngedumel, kurang sedikit lagi aku turun tapi aku harus nunggu bus ngetem lama. Hingga aku pun bersyukur tidak jadi memberikan selembar seribuan itu kepada sang kondektur.  Ada dua pengamen yang menyelesaikan lagunya saat bus ngetem, saking lamanya.

Kurang lebih 8 menit kemudian, bus melaju lagi. Saat itu ada seorang perempuan, yang semula kukira penumpang, berdiri di dekat pintu masuk. Ternyata dia pun pengamen. Can you guess what song she was singing?

Pemilihan umum telah memanggil kita ... seluruh rakyat menyambut gembira ... di bawah undang-undang dasar empat lima ... kita menuju ke pemilihan umum ...”

Aku bengong. Meski harus kuakui suaranya lumayan empuk. Usai nyanyi “Pemilu”, dia sedikit berceramah yang berhubungan dengan moral, yang tidak kuperhatikan, karena aku sibuk memperhatikan raut wajahnya. She looked like around my age. Serta merta aku membayangkan dia melakukan itu untuk anak-anaknya yang butuh makan atau dia butuh uang untuk membayar SPP anak-anaknya.

Ketika dia mulai menyanyi lagu yang kedua – yang nampaknya lagu gereja – aku sudah harus turun. Aku bersyukur di saku bajuku masih ada selembar seribuan. Uang itu rejeki si pengamen yang nyanyi “Pemilu.” Dan bukan rejeki si kondektur bus.

GL7 10.19 27041