Search

Saturday, January 28, 2012

A Perfect Daughter?

Have you ever been in a situation that made you HAVE TO make up a (white) lie in order that your parents will think you are a perfect kid? A perfect daughter?

I have been living in such a situation since a kid, so long time ago that I forgot when I started doing it. Feeling worried to be scolded or blamed – or worse is worry to hurt your parent’s feeling (or ego?) – has made me a liar.

(I realize now why in one personality quiz I did some time ago I got ‘introvert’ result. Despite the fact I talked a lot about my life to other people – my parents included for sure – in my daily life or via online, I keep some (perhaps very crucial not to mention embarrassing in my opinion) things for myself.)

One very easily guessable example when I was a teenager is to have a crush on a boy, moreover to have a date with him. My parents knew nothing about this kind of stuff of course.

The latest issue was when I started somewhat converting to being an agnostic. For this very extremely crucial topic, I would never open myself to my Mom. Instead of guessing and predicting whether she would ever understand my way of thinking or she would make me go away from her life that perhaps would break her heart – maybe in her eyes i choose to be in hell rather than to be with her in heaven – I choose to tell white lies. I dunno until when I have to do this.

I know I would never live my own life. This is the risk I have to live by.

Would you completely blame me for being such a coward?

From this life lesson, for sure, I choose to raise my only daughter with a very different way. She can always be in flaw in everything, but still she is my dearest and beloved daughter. She has NEVER to act as a perfect one by telling me white lies.

GL7 13.37 24/01/12

P.S.:

Or I defined 'white lies' wrongly'; :'(

Some comments I imported from next door

onit wrote on Jan 27
oh yes, i have. really. this is quite familiar to me.

a lot of people endure this. not to be called a coward. it really depends on the very specific relationship between the person & their mother, and also what kind of person the mother is (personality issues).

in my case, it's all said & done. because the mother started it first. will pm u later about this :) [kerja dulu yah ^^]
afemaleguest wrote on Jan 27
onit said
oh yes, i have. really. this is quite familiar to me.

a lot of people endure this. not to be called a coward. it really depends on the very specific relationship between the person & their mother, and also what kind of person the mother is (personality issues).

in my case, it's all said & done. because the mother started it first. will pm u later about this :) [kerja dulu yah ^^]
thank you for your attention Onit ...
enjoy your work :)
onit wrote on Jan 27
She can always be in flaw in everything, but still she is my dearest and beloved daughter.
great! this is a very important point in raising a child. anyone needs at least 1 person who can accept them whoever they are. only 1 person is enough to make someone a whole human being.

the truth is.. too many partial human beings in the world just because their parents didn't do like you do to your daughter..

Wonosobo dan Dieng

Jika bukan karena undangan pesta pernikahan Echy – a workmate of mine at PBIS – tanggal 22 Januari 2012 kemarin tentu aku belum menyempatkan diri berkunjung ke satu tempat yang di satu website disebut sebagai salah satu tempat tertinggi di Pulau Jawa – Dieng Plateau. Kawasan wisata Dieng konon terletak sekitar 2000 meter di atas permukaan laut sehingga bisa dipahami jika hawanya cukup menusuk tulang, apalagi bagi seseorang yang terbiasa terpapar hawa panas kota Semarang: aku dan Angie. :)

Mengingat masih musim penghujan, apalagi bulan januari yang konon – lumrahnya – bakal turun hujan sehari-hari, maka aku tentu tidak menerima tawaran Ranz untuk gowes saja dari Semarang ke Wonosobo. :-D Selain itu tentu karena aku hafal betul track antara Bawen – Ambarawa – Secang yang naik turun secara ganas. Kalau dari Secang ke Temanggung kemudian ke Wonosobo memang aku tidak tahu karena memang seingatku hanya sekali aku lewat sana, yakni ketika menuju Purwokerto dari Semarang di tahun 2000, if I am not mistaken, bareng my brother and his late (first) wife.
Wonosobo! 
Memang tidak salah jika dikatakan bahwa Wonosobo terpilih sebagai salah satu kota terbersih (dan juga tertata rapi) di Jawa Tengah. Hal ini kubuktikan ketika berkesempatan gowes di sana. Seperti biasa seorang Nana akan selalu bepergian dengan membawa serta – jika tidak menaiki – salah satu sepeda yang paling sering diajak menemani bikepacking: Snow White. Ranz pun membawa Pockie yang lebih sering kunaiki dalam perjalanan karena Snow White seperti biasa dibebani membawa tas pannier di boncengannya.

21 Januari 2012

Wonosobo 
Kita berangkat hari Sabtu tanggal 21 Januari 2012. Pockie dan Snow White duduk manis berhimpitan di bagasi. Kita meninggalkan Semarang sekitar pukul 09.30 dan sampai di alun-alun Wonosobo sekitar pukul 13.30 karena kendaraan yang kita naiki berjalan dengan lambat meski pasti. Kita langsung menuju hotel Arjuna yang terletak di Jalan Sindoro, terletak tak jauh dari gedung tempat penyelenggaraan resepsi pernikahan Echy dan Aji keesokan hari yang kebetulan terletak di sekitar alun-alun.

gowes sore di kawasan alun-alun Wonosobo

jajan angkringan sore hari 

kabut sore di alun-alun Wonosobo :)
Setelah istirahat secukupnya, aku dan Ranz keluar menuju alun-alun naik sepeda sedangkan Angie masih melanjutkan istirahatnya. Senja itu kita menikmati kabut yang menggantung dengan manis namun mistis. (Semarang bawah mana ada kabut? LOL.) Alun-alun Wonosobo sendiri memang sangat asyik digunakan untuk hang out. Ada ‘track’ yang nampaknya khusus disediakan bagi para penikmat jalan kaki maupun pesepeda, tanpa terganggu para pedagang kaki lima. Di tengah alun-alun aku melihat sekelompok anak-anak bermain bola. Sementara itu, di luar areal alun-alun ada beberapa warung angkringan yang berjualan beberapa jenis wedang, dari teh, wedang jahe, susu, wedang jahe susu, kopi, dll. Juga ada penjual kentang goreng, siomay, bakso, sate, dll. Just take your pick.


di sudut Jalan Sindoro
Tak lama kemudian Angie pun menyusul kita dengan berjalan kaki. Letak hotel Arjuna memang sangat dekat dari alun-alun, jalan kaki kurang dari lima menit.

Untuk makan malam kita memesan dua porsi sate (ayam) dan lontong karena perutku lumayan kenyang. (aku sendiri lupa makan apa ya sebelumnya? ) Kita berencana selesai makan kita akan berjalan bersama menuju mini market yang tak jauh dari situ untuk membeli air mineral dll yang kita butuhkan. Namun baru saja kita selesai makan malam, hujan turun. Untuk menyelamatkan diri dari kehujanan kita pun berteduh ke warung angkringan yang paling dekat dengan tempat kita makan waktu itu.
sebelum hujan turun, Angie sempat sepedaan

nungguin sate ayam siap disantap :)

Menunggu hujan reda terasa lama karena di dalam warung tempat kita nunut ngiyup dipenuhi beberapa lelaki yang merokok. Angie yang pertama nampak resah dan ingin segera meninggalkan warung itu. Ketika hujan sedikit reda, Ranz memutuskan untuk secepatnya kembali ke hotel untuk mengambil payung lipat yang kita tinggal di kamar. Ketika Ranz kembali ke warung, hujan kembali melebat, sehingga dia menawarkan dia saja yang gowes ke mini market (yang tidak begitu mini ukurannya) untuk membeli beberapa barang yang kita butuhkan.

Kembali dari mini market, Ranz membawa sebuah tas plastik lumayan besar berisi air botol mineral, beberapa munchies, dan mantel.  hujan masih deras sehingga Angie pun harus mau mengenakan mantel untuk melindungi diri dari hujan ketika akan kembali ke hotel. Setelah mengantar Angie kembali ke hotel, Ranz menjemputku yang masih bertahan nangkring di warung, dan gantian aku yang mengenakan mantel. Kita kembali ke hotel sambil menuntun Pockie dan Snow White.

Hawa dingin kota Wonosobo lumayan nyaman hingga kita pun tidur nyenyak.

22 Januari 2012

Sekitar pukul enam pagi aku dan Ranz bersepeda meninggalkan hotel untuk menikmati kontur jalan kota Wonosobo yang naik turun meskipun kita ga berani jauh-jauh, in case tiba-tiba Angie mau nyusul untuk sarapan di daerah alun-alun.
salah satu 'sudut' alun-alun Wonosobo
alun-alun Wonosobo di pagi hari 

gunung apa yaaa? :D
Pagi itu cukup cerah. Tak nampak sisa-sisa hujan deras yang turun semalam. Alun-alun Wonosobo dipenuhi warga kota yang ingin menikmati kebersamaan dengan orang-orang tersayang, juga mereka yang ingin berolahraga. Suasana terlihat sangat meriah. Di salah satu ‘sudut’ alun-alun ada pertunjukan sejenis ‘ledek monyet’. Yang sempat kulihat ketika lewat adalah seekor monyet unjuk aksi naik sepeda super mungil. Pedagang yang mengadu untung di sekitar alun-alun pun jauh lebih banyak ketimbang sore hari sebelumnya. Untuk sarapan aku memilih pecel pincuk – yang ternyata daun pisangnya hanya dipakai untuk alas, ditaruh di atas sebuah piring yang terbuat dari rotan, dan tidak benar-benar dibentuk ‘pincuk’ – sedangkan Ranz seporsi siomay dan Angie seporsi siomay goreng. Kita sempat mencicipi ‘tempe kemul’, salah satu makanan khas kota Wonosobo yang kalau di tempat lain disebut ‘mendoan’.
pecel pincuk

tempe kemul
siomay, menu sarapan Angie
Usai sarapan Angie memilih kembali ke hotel, aku dan Ranz kembali gowes muter-muter. Sekitar pukul 10 kita kembali ke hotel untuk mandi, persiapan ke resepsi, dan packing.
gowes pagi

petunjuk ke arah Dieng
 Sekitar pukul 11.15 kita berjalan menuju gedung tempat penyelenggaraan resepsi. Kita kembali ke hotel sekitar pukul 12.45, ganti baju, dan langsung check out. Tujuan berikutnya adalah Dieng Plateau.
di depan hotel Arjuna

bersama pengantin :)

berdua dengan Angie :)

Seperti yang telah kusebut sebelumnya, kawasan Dieng terletak pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut sehingga track yang kita lewati tentu banyak menanjak curam. Snow White dan Pockie kembali duduk anteng dalam bagasi.

aku dan Angie keluar dari wisma Flamboyan
Kita sampai di ‘pusat’ keramaian kawasan wisata Dieng sekitar pukul 14.45 dan langsung menuju ke wisma Flamboyan tempat kita akan menginap malamnya. Setelah istirahat sebentar, sekitar pukul setengah empat sore – kebetulan cuaca sangat cerah, matahari bersinar terang, tak ada kabut menggantung sedikit pun – kita keluar menuju kawasan Candi Arjuna yang terletak hanya sekitar 200 meter dari penginapan. Tiket masuk per orang Rp. 10.000,00, dimana ditulis tiket ini berlaku untuk masuk kawasan Candi Arjuna dan Kawah Sikidang.

penunjuk ke Kompleks Candi Arjuna
tiket masuk kawasan Candi Arjuna dan Kawah Sikidang
Kulihat banyak rombongan wisata yang datang dari berbagai daerah. Bahkan aku pun sempat mendengar sekelompok orang bercakap-cakap dalam bahasa Mandarin, sekelompok orang lain lagi bercakap-cakap dalam bahasa Jepang, juga tentu ada sekelompok turis kulit putih yang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
aku berdua Angie di kawasan Candi Arjuna
Kawasan wisata Candi Arjuna terletak di ‘lembah’ dimana di sekitarnya terlihat pemandangan yang indah luar biasa, apalagi dengan hawa dingin yang sangat segar. Bahwa beberapa candi tidak lagi dalam keadaan utuh tidak membuat nilai cagar budaya satu ini berkurang. Aku tidak sempat mencatat nama-nama candi satu per satu namun aku dan rombongan menyempatkan diri muter areal yang lumayan luas itu. Kepenasaranku untuk menemukan areal telaga ‘Balekambang’ membuat kita muter lumayan jauh, hingga kita sampai ke satu candi yang lokasinya lumayan jauh dari candi Arjuna, disebut candi Setiaki dimana atapnya telah lenyap entah kemana. Telaga Balekambang sendiri ternyata telah banyak ditumbuhi rerumputan hingga hampir tidak dapat diketahui lokasinya dengan pasti.
dalam 'perjalanan' memutari kawasan Candi Arjuna
Menjelang setengah enam sore kita keluar dari kawasan wisata Candi Arjuna. Di luar pintu masuk ada beberapa kios yang menjual makanan, minuman, dll. Kita menikmati kentang goreng yang satu porsi dihargai sepuluh ribu rupiah meski  kentang goreng yang sama dengan porsi yang sama juga ‘hanya’ dihargai tiga ribu rupiah di alun-alun Wonosobo. Padahal Dieng disebut sebagai salah satu pusat penghasil kentang yang melimpah.
Candi Setiaki yang atapnya telah kabur entah kemana


narsis berdua :P

narsis dewekan :P
berdua Ranz
Sekitar pukul setengah enam sore kita telah kembali ke penginapan. Gerimis mulai turun. Hawa pun tentu tambah dingin sehingga meringkuk di bawah selimut tebal yang disediakan adalah pilihan yang sangat tepat. Semakin malam hujan semakin deras dan tak ada tanda-tanda akan berhenti, sehingga kita pun malas keluar untuk mencari makan malam. Akibatnya kita tidur dalam kondisi perut lapar.

23 Januari 2012

Pukul enam pagi Angie masih meringkuk di bawah selimut, sedangkan aku dan Ranz keluar berjalan-jalan melihat suasana di sekitar penginapan. Ada sebuah warung makan sederhana yang telah buka, berjualan nasi bungkus, tempe kemul dan tahu kemul. Aku sempat bertanya pada seorang penduduk sekitar arah menuju Telaga Warna. Ternyata Telaga Warna terletak tak jauh dari penginapan, hanya sekitar satu kilometer. Kalau dilihat track yang bakal kita lewati tidak menanjak sadis, maka aku memutuskan untuk segera kembali ke penginapan, membangunkan Angie dan mengajaknya jalan.
Dieng 2093 m dpl
Sekitar pukul tujuh kita keluar dari penginapan. Kita sarapan nasi bungkus dan tempe kemul di warung yang kusebut di atas. Setelah sarapan, menuju Telaga Warna aku naik Pockie, Angie naik Snow White, sedangkan Ranz jalan kaki.  Tiket masuk per orang Rp. 5000,00.

Angie di dalam kawasan Telaga Warna

Ranz yang tidak pernah tidak iseng :P

trek di dalam kawasan Telaga Warna

aku berdua Ranz dengan patung Gadjahmada di kawasan Telaga Warna
Jika dilihat dari arah dekat air di Telaga Warna tidak menunjukkan warna-warna yang berbeda. Kita bertiga sempat berjalan lumayan jauh (dari pintu masuk kita belok ke arah kiri), sampai kita menemukan lokasi dimana nampak beberapa titik yang ber’denyut-denyut’ mengeluarkan asap. Dari sana kita kembali ke arah pintu masuk, kemudian melanjutkan berjalan di jalan setapak yang menuju lokasi beberapa goa. Kita sempat menemukan goa Semar, goa Sumur, dan patung Gajahmada. Ketika akan melanjutkan ke lokasi Telaga Pengilon yang katanya kita bisa mengaca di atas airnya untuk mengenali diri apakah kita orang baik atau buruk, Angie menolak. Cape. Meskipun begitu ketika kita hampir sampai di pintu masuk kembali, ada penunjuk jalan untuk menuju Dieng Plateau Theatre dimana para pengunjung bisa menonton film dokumenter yang menggambarkan kawah Sinila mengeluarkan asap beracun di tahun 1979, Angie setuju kuajak ke arah DPT meski jalannya naik terjal. Akan tetapi ternyata Angie ga mampu melanjutkan perjalanan sampai ke DPT. Dia memilih berhenti dan membiarkan aku terus berjalan naik. Dari daerah yang lumayan tinggi ini aku sempat menjepret Telaga Warna yang menunjukkan tiga warna yang berbeda di permukaan airnya, hijau muda, hijau tua, dan (agak) biru tua. Aku memutuskan tidak ingin meninggalkan Angie sendiri, sehingga kita pun turun, berjalan menuju pintu keluar.

berdua Angie di Telaga Warna

gowes di dalam kawasan Telaga Warna

Telaga Warna 1
Telaga Wrna 2
tampilan mie ongklok dan sate ayam ala Dieng
Keluar dari kawasan Telaga Warna, kita mampir ke sebuah warung makan yang terletak dekat areal parkir. Untuk pertama kali aku memesan mie ongklok karena di beberapa artikel di website yang kubaca menuliskan “belum sampai ke Wonosobo/Dieng jika belum makan mie ongklok.” Rasanya menurut lidahku biasa saja, mungkin karena aku membeli di tempat yang tidak menjual mie ongklok dengan rasa yang luar biasa ya? Sarapan yang kedua ini sekaligus untuk beristirahat.
tanah yang 'berdenyut' di dekat Telaga Warna
Selesai sarapan, kita melanjutkan perjalanan ke arah Kawah Sikidang. Seorang penunjuk jalan mengatakan lokasinya sekitar satu kilometer dari Telaga Warna. Kembali aku naik Pockie, Angie naik Snow White, Ranz berjalan kaki.  Sebelum sampai ke gerbang masuk Kawah Sikidang, kita mampir dulu ke Candi Gatotkaca yang terletak tak jauh dari gerbang masuk.

Di gerbang kita ditanya apakah kita telah membeli tiket masuk. Untunglah tiket masuk yang kita beli sehari sebelumnya kusimpan di tas yang kubawa. Setelah menunjukkan tiket yang masih rapi itu, kita melanjutkan perjalanan. Kali ini, aku naik Snow White, Ranz naik Pockie, Angie jalan kaki. Dia cape naik sepeda rupanya. :-D but lucky her, tiba-tiba salah satu petugas yang menjaga gerbang masuk datang nyamperin Angie naik motor, dan memboncengkannya sampai ke lokasi Kawah Sikidang. Di dalam lokasi ada beberapa kuda untuk disewa pengunjung. Selain itu juga beberapa motor trail dan ATV. Kita memilih jalan kaki saja setelah memarkirkan Pockie dan Snow White di tempat parkir.
dipotoin seorang turis bule yang baik hati :)

Tak henti-henti aku mengagumi keindahan Dieng dan pemandangan sekitarnya. “But the cold weather is not cool,” komplain Angie. LOL.
Kawah Sikidang dari dekat
Setelah puas berjalan di areal Kawah Sikidang (meski ga jauh-jauh amat) kita segera kembali ke penginapan, sekitar 3 kilometer. Aku naik Pockie, Angie naik Snow White, Ranz jalan kaki. Track pulang ini lumayan membuat berkeringat karena kontur jalan yang naik turun.

Kita sampai di penginapan sekitar setengah duabelas. Setelah packing dan shalat Dzuhur kita kembali ke Wonosobo dan terus pulang ke Semarang. Aku dan Angie sampai rumah sekitar pukul setengah delapan malam.

Karena masih ada beberapa tempat yang belum sempat dikunjungi seperti Telaga Menjer,  perkebunan teh Tambi, dll, aku masih menyimpan hasrat untuk kembali ke Wonosobo dan Dieng. Entah kapan. 

GL7 15.00 260112

Komen, hasil impor dari blog sebelah, yang bakal digusur tanggal 1 Desember 2012

srisariningdiyah wrote on Jan 27
biasanya cuma 5rebuan tuh mba, gak ditawar tuh kentang di arjunanya?

afemaleguest wrote on Jan 28
biasanya cuma 5rebuan tuh mba, gak ditawar tuh kentang di arjunanya? 
wahhh ... memang aku ga nawar kok Arie .... hihihihi

orangjava wrote on Jan 27
Dari SMG naik Sepeda Lipet???

afemaleguest wrote on Jan 28
orangjava said
Dari SMG naik Sepeda Lipet??? 
wedew, pasti Pak Dhe ga baca ceritanya secara detil ... wekekekeke

orangjava wrote on Jan 28
wedew, pasti Pak Dhe ga baca ceritanya secara detil ... wekekekeke 
Maksudku naik ke DIENG...mana tahannnnnnnnnnn

afemaleguest wrote on Jan 29
orangjava said
Maksudku naik ke DIENG...mana tahannnnnnnnnnn 
engga tahan lah Pak Dhe ...
wekekekekeke

orangjava wrote on Jan 29
engga tahan lah Pak Dhe ...
wekekekekeke
 
NAik naik kepuncak Dieng, dorong dorong sepedaaaaaaaaa........

onit wrote on Jan 27
aku ke wonosobo pas bulan puasa, gak ngerasain mie ongklok krn yg enak tutup sblm jam buka :p

afemaleguest wrote on Jan 28
onit said
aku ke wonosobo pas bulan puasa, gak ngerasain mie ongklok krn yg enak tutup sblm jam buka :p 
seorang teman menyarankan makan mie ongklok di daerah Kauman Wonosobo, tapi berhubung belum tahu daerahnya ya sudah, kita tetap memilih nyari makan di daerah alun-alun ...

waktu berangkat ke Dieng, nemu daerah Kauman, ehhh ... ga jauh lho dari alun-alun, ya satu arah ke Dien g... heheheheh ...

rembulanku wrote on Jan 28
dadi kangen pengen bali nyang jawa

orangjava wrote on Jan 28
rembulanku said
dadi kangen pengen bali nyang jawa 
Halah halah...dhurung seminggu wes kangen........

afemaleguest wrote on Jan 29
orangjava said
Halah halah...dhurung seminggu wes kangen........ 
iyaaaa ...
hihihihihihi

rembulanku wrote on Jan 29
orangjava said
Halah halah...dhurung seminggu wes kangen........ 
lha kanca2ku dolan ning jawa kabeh jew mbah...

afemaleguest wrote on Jan 29
rembulanku said
dadi kangen pengen bali nyang jawa 
aku belum pernah ke Sumatra lho La ...
weww ...

afemaleguest wrote on Feb 5
semoga segera dapat teman dolan di Sumatra ya La? ;-)