Search

Friday, August 31, 2007

Anak


 

Jika anak di besarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak di besarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak di besarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika anak di besarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
Jika anak di besarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
Jika anak di besarkan dengan iri hati, ia belajar rendah dirii
Jika anak di besarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Jika anak di besarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak di besarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak di besarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak di besarkan dengan penerimaan, ia belajar mencinta
Jika anak di besarkan dengan dukungan, ia belajar menenangi diri
Jika anak di besarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak di besarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan
Jika anak di besarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak di besarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak di besarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak di besarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran

KAHLIL GIBRAN

Saturday, August 25, 2007

UU PKDRT

Sekilas tentang UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga UU No. 23 tahun 2004

1.Apa arti Kekerasan dalam Rumah Tangga?
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 ayat 1)
2.Siapa saja yang termasuk di dalam lingkup rumah tangga, serta apa saja azas dari UU ini?
Lingkup rumah tangga di dalam Undang Undang ini meliputi (pasal 2 ayat 1):
a.Suami, istri, dan anak.
b.Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada butir a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian.
c.Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Undang-udang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga berdasarkan Azas (pasal 3):
a.Penghormatan Hak Asasi Manusia
b.Keadilan dan Kesetaraan Gender
c.Non Diskriminasi, dan
d.Perlindungan Korban
3.Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga?
a.kekerasan fisik
b.kekerasan psikis
c.kekerasan seksual, atau
d.penelantaran rumah tangga
4.Apa yang dimaksud Kekerasan Fisik?
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang ditujukan terhadap fisik seseorang yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (pasal 6).
5.Apa yang dimaksud dengan kekerasan Psikis?
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang tidak ditujukan kepada fisik seseorang, namun mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk beertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitan psikis berat pada seseorang (pasal 7).
6.Apa yang dimaksud dengan kekerasan Seksual dan apa saja bentuknya?
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berkaitan dengan masalah seksual yang bersifat pemaksaan hubungan seksual (pasal 8). Bentuknya adalah:
a.Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut (hubungan seksual yang tidak wajar dan/atau tidak disukai).
b.Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu (pasal 8 ayat 6).
7.Apa yang dimaksud dengan Penelantaran Rumah Tangga?
a.Menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian, ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
b.Penelantaran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehinggga korban berada dalam kendali orang tersebut (dilarang membatasi hak seseorang dalam rumah tangga untuk bekerja).
8.Apakah UU PKDRT ini juga mengatur mengenai hak-hak korban?
Ya, UU PKDRT mengatur secara legkap dan jelas tentang hak korban (pasal 10) sebagai berikut:
a.Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindugan dari pengadilan;
b.Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c.Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d.Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hikum pada setiap proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e.Pelayanan bimbingan rohani
9.Siapa yang berhak melapor terhadap kekerasan yang terjadi?
a.Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara; atau
b.Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara (lihat pasal 26)
10.Siapa yang berhak melapor kalau korbannya di bawah umur?
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan dengan orang tua, wali, pengasuhan, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (lihat pasal 27).
11.Apakah UU PKDRT ini mengatur mengenai kewajiban pemerintah?
Ya, pihak pemerintah mewakili atau bertanggung jawab di dalam upaya pencegahan KDRT, antara lain:
a.Merumuskan kebijakan tentang kekerasan dalam rumah tangga;
b.Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
c.Menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
12.Pelayanan lain apakah yang dapat diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah?
a.Penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian;
b.Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani;
c.Pembuatan dan pengembangan sistem dalam mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban; dan
d.Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban.
13.Apakah UU PKDRT juga mengatur kewajiban dari pihak penegak hukum?
Ya. Adapun masing-masing kewajiban tersebut adalah:
a.Kepolisian
Begitu mendapat laporan harus memberi pelayanan dan pendampinbgan bagi korban (sementara), memberi perlindungan dalam waktu 1 x 24 jam, paling lama perlindungan 7 hari.
b.Advokat
Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya (lihat pasal 25)
c.Pengadilan
Mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi Perintah Perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain (pasal 28). Perintah perlindungan akan diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, dan perintah perlindungan ini dapat diperpanjang. Permohonan perpanjangan perintah perlindungan dapat diajukan 7 (tujuh) hari sebelum berakhirnya masa berlaku (pasal 32).
14.Bagaimana ketentuan pidana yang akan dikenakan pada pelaku KDRT?
Ketentuan pidana penjara atau denda diatur dalam bag VIII mulai pasal 44 sampai pasal 53. Lama waktu penjara dan juga besarnya denda berbeda-beda sesuai dengan tingkat kekerasan yang dilakukan pelaku.
15.Bagaimana dengan sistem pembuktiannya?
Untuk pembuktian terhadap kasus-kasus KDRT, dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai suatu alat bukti sah lainnya (lihat pasal 55). Adapun alat bukti lainnya (sesuai dengan ketentuan yang ada di KUHP).
a.Keterangan saksi
b.Keterangan ahli
c.Surat
d.Petunjuk
e.Keterangan terdakwa
16.Bagaimana dengan kewajiban dari masyarakat?
Dalam UU disebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuan untuk:
a.mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b.memberikan perlindungan kepada korban;
c.memberikan pertolongan darurat;
d.membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
17.Apakah ada pemberian pelayanan dari pihak-pihak lain di luar pihak penegak hukum terhadap korban KDRT?
Ada, yaitu:
a.Tenaga kesehatan (pasal 21, ayat 1 dan 2). Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
b.Pekerja sosial (pasal 22 ayat 1 dan 2). Pelayanan pekerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan di rumah aman milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
c.Relawan pendamping (pasal 23);
d.Pembimbing rohani (pasal 24).
18.Undang-undang apakah yang dipergunakan sebelum UU PKDRT berlaku dalam penanganan kasus-kasus KDRT?
KUHP dengan hukum acaranya KUHAP.
19.Apakah ada perbedaan prinsip terhadap Undang-undang lama dan baru?
Ada, dalam KUHP dan KUHAP keterangan saksi harus datang dari 2 (dua) orang, sedang dalam UU PKDRT cukup dibutuhkan keterangan saksi dari 1 (satu) orang, asal dilengkai dengan alat bukti lain yang sah.
20.Dapatkah Undang-undang ini diberlakukan sekarang?
Dapat. Dalam pasal 56 disebutkan bahwa undang-undang berlaku saat diundangkan (22 September 2004).
Diambil dari brosur STOP VIOLENCE IN THE HOME yang dikeluarkan oleh THE BOY SHOP dan KOMNAS PEREMPUAN.
PT56 10.33 250807

Tuesday, August 14, 2007

Fortune Teller


 

Do you believe in fortune-teller?


I am in between. I mean sometimes I believe in it sometimes I don’t. I remember that ‘what your zodiac says’ column used to be my favorite in a magazine or a newspaper during my younger years. However, I also remember that I would remember it very well when that column talked about bad thing for me. For example, when it said, “Something bad will happen to you this week.” I would not live peacefully the whole week, worriedly awaiting what bad thing would happen to me. On the contrary, when it said something good, let’s say, “There will a new guy having a crush for you,” I would not really pay attention to it. Always the bad thing haunted me. 

Therefore, gradually I tried to control my mind not to really pay attention to it anymore. I just wanted to live more peacefully without feeling worried excessively.

Several days ago my sister attended her friend’s wedding. She also came to that friend’s house the night before the wedding. Javanese call it “malam midodareni”. My sister was accompanying the bride together with another friend. Let us give her an initial R. In fact R can read someone’s palm’s hand. My sister playfully asked R to read her palm to read her future. One thing R said to my sister, that has been bothering my mind, was: “I am sorry to say that you don’t have a long life.”

Surprisingly my sister commented, “Well, I have known about that. Once I went to West Java with some friends of mine from PRANIC HEALING group, we dropped by at one Chinese temple in Lembang. I tried my luck to see my future because there was the way to do it. I found out that I would not have a long life.”

I was shocked to hear that. Absolutely we don’t know how long is a long life, how short is a short life. How many years is the life for someone in average? Sixty, seventy, eighty, or more than that? When a good friend of mine said to me that he was already ‘old’, while he was only forty-nine years old (he will be 50 years old this August 20), I protested, “Gerontologists said that someone is considered to enter old age when the life expectancy is 10 years later.” 

“Well Nana, nobody knows how old we will die. So, how can we say that we are entering old age because we know that we only have 10 years again to live?” he protested.

“That’s it. Don’t say that you are old then. As long as we still have spirit to live this life, to go on struggling, why should we say that we are already old?” I commented.
“Well, my mother is more than ninety years old now. If I can expect to live until that age, it means I am still young now.” he said. LOL.

Going back to my chat with my sister, I reminded her of one Chinese serial we used to watch in video. I don’t remember the title. I just remember that one of the characters in the film was “destined” to live not until twenty years old. The parents read her palm to find out about it. Therefore all the family members always tried their best to protect this girl. They expected that the girl would go on living until more than twenty years of age with the family protecting her.

One day, no matter how carefully the family protected her, the girl fell down into a ravine exactly on her birthday of twenty. Everybody cried because they thought, “At last, she came to the end of her life.” However, a miracle happened. The girl didn’t really fell into the deep ravine. A tree with its branches had saved her life. She fell into the tree. Quickly the family helped lift her above the ravine. Quickly they checked the palm. There they saw a longer line, the line that signs how long someone’s life in the world is. It means the accident made that line longer, that means (again) she would have a longer life than just twenty years old. 

My own experience after taking a look at the lines in my palm, I have seen some new lines, some longer lines too. For the special line that people say shows ‘education’, it became longer after I graduated from my master’s degree. 

When telling this to my sister, I wanted to tell her indirectly that I didn’t really believe with what R said that my sister would not have a long life. But still, I keep being bothered with it until now. That’s why I am writing this.


PT56 11.09 130807

Sunday, August 12, 2007

Perburuan Wirog

“Perburuan Wirog” merupakan salah satu cerpen kesukaanku dalam kumcer “Petualangan Celana Dalam”. Bukan karena aku suka berburu wirog tentunya, melainkan karena ilustrasi Nugroho Suksmanto akan daerah kelahirannya, perbatasan kawasan Pendrikan dan Kampung Magersari membuatku sibuk mengira-ira seperti apakah daerah ini di dekade 1950-1960-an? Aku menebak bahwa latar waktu yang diambil oleh Nugroho dalam cerpen ini sekitar dua dekade tersebut.
Dari cerpen ini aku tahu bahwa di zaman dulu (seberapa dulu? Yah ... dimulai dari zaman kolonial Belanda tentu saja, karena kata ‘Pendrikan’ ternyata berasal dari Fendrijk, nama seorang tuan tanah Belanda, penguasa wilayah barat daya kota Semarang) Pendrikan merupakan kawasan tempat tinggal para priyayi, sedangkan Kampung Magersari merupakan tempat tinggal para pendatang yang konon non priyayi. Kedua kawasan ini dibatasi oleh sebuah sungai yang disebut ‘Ngemplak’, bukan jalan Indraprasta seperti yang kutulis di postinganku sebelum ini yang kuberi judul “Petualangan Celana Dalam”. Apakah waktu itu daerah Pendrikan hanya melingkupi mulai dari Jalan Sugiyopranoto sampai jalan yang sekarang disebut Jalan Indraprasta? Dimanakah sungai yang disebut ‘Ngemplak’ oleh Nugroho?
Nampaknya bukan, karena di sebelah utara jalan Indraprasta seingatku daerah itu juga masih disebut daerah Pendrikan. Sekarang dibuktikan dengan keberadaan SD Pendrikan Utara 03-04 yang terletak di mulut Jalan Abimanyu; SD Pendrikan Utara 03-04 ini menghubungkan Jalan Abimanyu dengan Jalan Indraprasta. Seingatku pula waktu aku masih kecil (waktu duduk di bangku SD), kadang-kadang aku diajak shalat Jumat oleh Ibundaku di masjid milik SD/SMP/SMEA Muhammadiyah yang terletak di pinggir Jalan Indraprasta, sebelah Utara. Waktu dulu disebut-kalau aku tidak salah ingat-Muhammadiyah Pendrikan. Tahun 1950an, my dearest late Dad pernah menjadi Kepala Sekolah SD Muhammadiyah ini. Entah mengapa kemudian beliau tak lagi menjadi guru/Kepala Sekolah, dan bekerja di Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia).
Sedangkan daerah yang disebut Kampung Magersari, setahuku sekarang ini hanya di kawasan pemukiman di antara dua jalan raya, Jalan Sugiyopranoto dan Jalan Indraprasta. Sesempit itukah kawasan yang dihuni oleh para pendatang yang non priyayi tersebut?
Nampaknya aku benar-benar terhipnotis oleh Nugroho sehingga sekarang setiap kali aku berangkat bekerja melewati Jalan Indraprasta, aku selalu celingukan mencari sungai yang disebutnya sungai ‘Ngemplak’. Saking biasanya aku melewati jalan ini, aku tidak pernah memperhatikan memang ada dua buah sungai, yang satu lebih lebar, yang lainnya lagi lebih sempit. Ini berarti Pendrikan terletak di sebelah Timur ‘sungai’ Ngemplak (kalau masih bisa disebut ‘sungai’ sih, karena sekarang ‘sungai’ ini terlalu sempit, sehingga hanya menyerupai selokan. Dengan Selokan Mataram yang membatasi daerah UGM dengan pemukiman Jalan Kaliurang saja, ‘sungai’ Ngemplak masih lebih sempit.) sedangkan Kampung Magersari terletak di sebelah Barat ‘sungai’ Ngemplak.
Dan dari hasil celingukan tatkala berangkat bekerja, menyusuri jalan Indraprasta, aku melihat sebuah gapura yang bertuliskan Jl EMPLAK INDRAPRASTA. Nah, ini diakah daerah perbatasan tersebut? Di bawah ini gambar gapura tersebut. Di sebelah kiri ada sebuah sungai.

Hal ini juga membuatku benar-benar ingin kembali ke dekade aku lahir-mungkin di tahun-tahun tersebut setting time yang dipilih oleh Nugroho-untuk melihat what that area looked like; memandangnya dengan menggunakan kacamata seorang Nana saat sekarang ini; kalau bisa mengabadikannya dalam bentuk jepretan foto. Apakah ‘sungai’ ini sejak dulu hanya selebar itu? Ataukah karena perubahan alam-yang sering disebabkan oleh manusia-sungai Ngemplak sekarang ini menjadi begitu sempit. Juga aku ingin tahu dimanakah letak ‘papringan’ yang konon sering terdengar tangis seorang bocah perempuan mungil?
PT 56 21.15 050807

Saturday, August 04, 2007

Petualangan Celana Dalam 2

Di balik sifat perfeksionis yang kumiliki—yang menyebabkanku memiliki satu sifat buruk lain yakni procrastinator (aku tulis di blog juga, bulan Juni 2007)—aku juga kadang bersifat grusa-grusu. LOL. Kalo sedang punya satu ide untuk ditulis, maunya segera menulis, sekaligus menyelesaikannya dalam satu kali tulisan/duduk di depan monitor komputer. But, tentu saja satu hal ini tidak berlaku tatkala aku menulis tesis.
Salah satu sifat grusa-grusuku dapat dilihat dengan jelas dalam tulisanku sebelum ini. Judul kumpulan cerpen Nugroho Suksmanto yang “Petualangan Celana Dalam” kutulis menjadi “Perjalanan Celana Dalam”. Kamu setuju kan kata ‘petualangan’ dalam konteks tertentu memiliki makna ‘perjalanan’? LOL. (Si Nana ngeles. LOL.) Buku kumcer milik Berti, salah satu siswa Elementary Class 2 ini masih kupinjam, yang berarti masih bisa kubawa kesana kemari. Dan toh, aku tetap tidak nyadar bahwa aku telah melakukan satu kesalahan fatal. Coba bayangkan jika ada orang yang memang terprovokasi tulisanku untuk membeli kumcer ini, trus nyari di toko buku, tanya salah satu pramuniaga, “Buku kumcer PERJALANAN CELANA DALAM di sebelah mana ya?” atau mungkin ngecek di komputer. Ga bakal ketemu kan?
And you know what, kumcer ini kubawa kemana-mana, ke Paradise Club fitness center (bisa kubaca sewaktu cycling, atau menunggu erobik dimulai sambil menyeruput secangkir Nescafe original three in one), ke kantor, ke warnet, kadang juga waktu jemput Angie sekolah, eh, aku tetap tidak NGEH bahwa aku telah mengubah secara paksa judul kumcer milik Nugroho Suksmanto ini.
So, kapan aku nyadarnya?
Hari Kamis waktu aku online, membuka mailbox, dan menemukan satu balasan atas tulisan yang kukirim ke dua milis “Lapanpuluhan” (karena aku nyebut-nyebut masa kecilku di tahun 1970-an, cuma beda satu dekade dengan nama milis itu kan? Biasalah, si Nana suka maksain diri. Hahahaha ...) dan “Pria Sehat Tanpa Celana” (nama milis yang terlalu norak kata Abang, and obviously he didn’t like it, ini yang disebut “judge a book by its cover” wakakakaka ... it is absolutely not wise, is it? LOL) dari Kumalaratih (atawa Ratih Kumala) yang mengoreksi tulisanku,
“Dear FeMale
Yang kamu maksud tentunya kumpulan cerpen berjudul PETUALANGAN CELANA DALAM tulisan Nugroho Suksmanto kan?”
GUBRAKKKKKKKKKKKK!!! Serasa atap warnet itu runtuh menimpa kepalaku yang tentu tidak memakai helm. LOL namun aku tidak begitu saja percaya, “MASAK SIH SEORANG NANA MELAKUKAN KESALAHAN SEPELE NAMUN FATAL INI?’ satu kesalahan yang tidak akan kumaafkan. LOL. Aku langsung ambil kumcer itu dari tas punggung mungilku, kukeluarkan, kupelototi judulnya, dan ... VOILA ... I HAVE MADE A TRIVIAL BUT EMBARRASSING AND ANNOYING MISTAKE.
Aku yang sedang chat dengan Abang, langsung mengadu ke dia, “How could a perfectionist Nana make such a mistake?” Abang yang sudah sangat biasa kugodain dan tertawakan atas kelupaannya akan sesuatu hal merasa memiliki senjata untuk menertawakanku balik. Aduh ... Seneng dia ngetawain aku sampai gulung-gulung di lantai!!!
Buat pak Nugroho, please forgive me. I love reading your short stories, especially the ones that have Semarang as the setting.
PT56 11.45 030807

Elvaretta

I went to bed very late last night, almost 1am. It was not because I was still creative to express things crowding my mind in a form of writing. I was even idle, I was not a creator, just a consumer: I watched television! 


Bagi mereka yang mengenalku dengan baik—bahwa aku tidak suka duduk di depan kotak ajaib (I am no longer sure though whether people still consider television a magical box LOL)—tentu heran, ada magnit apakah yang membuatku rela duduk berjam-jam melototin monitor televisi di ruang makan, dan meninggalkan desktop kesayangan di kamar tidur? Mana banyak nyamuk di ruang makan ikut bersuka cita mendapatkan mangsa empuk—AKU. 


Magnit itu bernama acara PEMILIHAN PUTRI INDONESIA.


Well, sejak kapan Nana bersedia menonton acara beauty pageant macam ini yang bagi para SEBAGIAN feminis justru merendahkan kaum perempuan? Meskipun konon penilaiannya berdasarkan brain, behavior, and beauty, banyak orang menuduh acara pageant seperti ini hanyalah untuk mengukur berapa ukuran dada, pinggang, dan pinggul, dan bukan how brainy a woman is.


(Catatan: hanya SEBAGIAN, bukan SELURUH feminis. Ini tidak berarti bahwa para feminis suaranya terbagi menjadi dua, tidak. Menurut pendapatku pribadi, yang paling penting dan krusial dalam perjuangan kesetaraan jender yang dilakukan oleh para feminis adalah memberikan kesempatan yang adil kepada para perempuan untuk mengejar apa yang mereka cita-citakan dalam segala bidang; tentunya termasuk mengikuti acara beauty pageant. Seorang perempuan harus tahu bahwa mereka tetap bisa menjadi SUBJEK, dan tidak melulu menjadi OBJEK. Bahkan tatkala seorang perempuan menjadikan dirinya sebagai ‘objek’ dalam satu kasus dengan sadar, dia tetaplah memegang peran sebagai subjek dari dalam dirinya sendiri. Seorang Inul adalah SUBJEK yang menyihir para penontonnya dengan goyang ngebornya.


Contoh kecil: tatkala the second wave of women’s movement in 1960s kaum feminis “memerangi” pilihan sebagai seorang housewife (perempuan selalu menjadi pihak yang ‘dikalahkan’ dalam satu perkawinan karena ego laki-laki yang selalu ingin menjadi lebih dibanding perempuan yang biasanya dapat direalisasikan dalam sebuah institusi perkawinan; seperti kata Dennison “Marriage is an institution that robs a woman of her individuality and reduces her to the level of a prostitute”) kaum feminis beberapa dekade setelah itu melihat pilihan untuk menjadi seorang housewife juga merupakan sesuatu yang harus dihormati dan bukan lagi ditertawakan. Seorang feminis tidak selalu harus berkonotasi anti perkawinan, lesbian, memilih pekerjaan yang maskulin, dll.)


Kembali ke PPI (Pemilihan Putri Indonesia). Ada magnit apa dalam PPI semalam? Kebetulan wakil Jawa Tengah yang bernama Elvaretta Nathania Gunawan (baru akhir-akhir ini aku NGEH nama lengkap Elva LOL) adalah salah satu ex student of mine in my ex workplace (you can read my post I entitled UTOPIA di blog http://afeministblog.blogspot.com to know why I no longer worked there).
Kurang lebih satu tahun yang lalu Elva bercerita tentang ambisinya untuk mengikuti PPI, karena Nadine Chandrawinata—Putri Indonesia 2005—inspired her. Kalau Nadine yang berwajah bule itu (yang tentu saja tidak menunjukkan keeksotisan kecantikan perempuan Indonesia) bisa terpilih sebagai Putri Indonesia, mengapa Elva tidak berpeluang? Menurutku pribadi, Elva tentulah mampu mewujudkan impiannya tersebut mengingat dia merupakan salah satu mahasiswa yang cukup menonjol dengan kecerdasan yang di atas rata-rata mahasiswa lain, selain memang tinggi tubuhnya yang menonjol, 178cm. Bukan melulu karena wajah cantiknya yang kebule-bulean. 


Kekalahan Nadine dalam ajang Miss Universe—dengan melakukan kesalahan yang cukup fatal menurutku, membuat dia menjadi bulan-bulanan media maupun milis-mlis di tahun 2006 lalu—kupikir akan sedikit menyurutkan niat Elva. Media pun menuduh pihak PPI bersifat kekanak-kanakan dengan memilih Nadine sebagai Putri Indonesia justru karena tubuhnya yang tinggi semampai dengan wajah kebule-bulean, dengan alasan “Agar terlihat di antara finalis-finalis Miss Universe yang lain.” Media pun berujar bahwa seharusnya PPI memilih finalis yang berwajah eksotis khas Indonesia.


Sekitar satu setengah bulan yang lalu dalam profile friendsternya, Elva menuliskan, “Frends, aku mewakili Jawa Tengah dalam PPI. Doakan aku ya?” Wah ... she really pursued her dream? I was amazed. She dreamed of following Nadine’s step, and she did real things to make her dream come true. (Bandingkan denganku yang bermimpi menulis novel, ataupun menulis buku untuk diterbitkan dan sampai sekarang I don’t do any real things yet. Dasar lelet!!! LOL. A perfectionist procrastinator!!!)

I wished Elva all the best. I wished she could represent Indonesia in Miss Universe pageant. Meskipun tentu saja cemoohan media terhadap Nadine membuatku kurang yakin. Jikalau Nadine terpilih sebagai Putri Indonesia 2005 karena wajahnya yang kebule-bulean, jangan-jangan Elva justru terjegal karena hal yang sama.


Semalam tatkala dia masuk ke sepuluh besar, aku biasa-biasa saja, tidak terlalu excited, karena dengan kualitas yang dimiliki Elva, dia memang pantas—dan harus—masuk ke sepuluh besar. Maklum lah, kata pepatah tidak kenal maka tidak sayang. aku tidak kenal para finalis dari propinsi yang lain, ya wajar kan kalau aku tidak menjagokan mereka? LOL. Namun tatkala penjurian di tingkat 10 besar ini, finalis dari Sumatra Utara, Duma Riris Silalahi, cukup menarik perhatianku dengan her smart answer, confidence, tidak terlihat grogi sama sekali, meskipun dia ketiban sampur untuk maju nomor satu. (Jadi ingat pelatih modelling Angie yang selalu ingin Angie maju nomor satu untuk langsung mencuri perhatian para juri tatkala Angie kecil dulu sering ikut lomba fashion.) Duma bakal menjadi pesaing ketat bagi Elva, menurut penjurianku sendiri. LOL.



Aku cukup bangga tatkala Elva mampu melewati 10 besar dan terpilih sebagai salah satu finalis lima besar. Jawaban Elva akan pertanyaan Dewi Motik Pramono yang berhubungan dengan global warming pun sangat meyakinkan, kata terakhir terucap di detik 29, dari 30 detik yang diberikan. Karena yang kujagokan hanya dua—Elva dan Duma—aku jadi tidak begitu memperhatikan jawaban ketiga finalis lain, kecuali finalis Jatim yang terlihat grogi tatkala menjawab pertanyaan juri. I directly ren-penciled her.


Namun ternyata selepas tengah malam, entah aku yang ngantuk, atau para juri di JCC yang ngantuk, LOL finalis Jatim—Putri Raesmawati—yang terlihat grogi tatkala menjawab pertanyaan juri justru masuk tiga besar, dan langkah Elva harus terhenti di situ. Duma masih melaju ke babak ke tiga besar. Aku menjagokan Duma untuk menjadi Putri Indonesia 2007.


Pertanyaan terakhir yang diucapkan oleh Ferdy Hasan untuk ketiga finalis, “Apa beda pahlawan dan pecundang?” ternyata merupakan pemicu keberuntungan bagi Putri Raesmawati. Jawabannya, “Beda pahlawan dan pecundang adalah bahwa pahlawan mati hanya satu kali dalam hidupnya, sedangkan pecundang mati berkali-kali” memukai dewan juri di JCC, bukan di rumahku yang berlokasi di PT56. LOL. Di babak puncak ini, Duma terlihat agak grogi, padahal jawabannya menurutku lebih cerdas dibandingkan Putri. Jawaban paling mengecewakan bagiku dilontarkan oleh Tri Handayani, wakil DKI, “Pahlawan karena mereka sedang beruntung, pecundang karena mereka sedang sial.” In some cases, memang ada orang yang mendapatkan gelar ‘pahlawan’ karena keberuntugnan semata, namun toh tidak bisa dipukul rata seperti itu?


(Contoh: Siapakah seorang Pangeran Diponegoro? Dia adalah pahlawan di mata orang Indonesia, dan beliau berjuang dengan keras, bukan semata-mata karena keberuntungan kita menyebutnya sebagai pahlawan. Di mata orang Belanda memang dia adalah seorang pemberontak. Siapakah seorang Datuk Maringgih dalam SITTI NURBAJA? Dia adalah seorang lelaki bandot tua yang suka daun muda, an antagonist, oleh karena itu harus dibinasakan. Demikian tulis Marah Roesli yang menulis novel itu berdasarkan ‘pesanan’ pemerintah kolonial Belanda. Sedangkan bila kita menggunakan teori poskolonial, Datuk Maringgih adalah seorang pahlawan, karena dalam novel tersebut dikisahkan menentang Belanda, a protagonist, isn’t he?)


Jawaban Putri “seorang pecundang adalah seseorang yang mati berkali-kali”, bisa diinterpretasikan (read it between the lines) adalah seseorang yang memiliki determination yang sangat tinggi. Mencoba satu hal, gagal (atau mati), dia akan bangkit lagi, mencoba di bidang lain, gagal lagi? (mati lagi) bangkit lagi, mencoba lagi. STOP TRYING IS NOT A CHOICE. Bukankah ada kata pepatah, “Kegagalan adalah sukses yang tertunda?”)


Well, Elva, you did not fail. You have done a very great job. And I am very proud of you, just like your parents, your friends, and the citizens of Central Java. Go on pursuing your dream.


PT56 12.15 040807


P.S.: Especially written for Elvaretta Nathania Gunawan